![]() |
Liburan ke Puncak |
Saat mendengar kata "Puncak Bogor", yang terlintas
di benak kebanyakan orang adalah liburan sejuk dengan pemandangan indah dan
udara segar. Namun, bagi saya, liburan ke Puncak selalu diiringi dengan drama
yang lebih tebal daripada kabut yang menyelimuti.
Drama di Puncak
Puncak adalah tempat di mana semua hal kecil bisa berubah
menjadi drama yang besar. Misalnya, perjalanan kali ini dimulai dengan mobil
yang mendadak ngadat di tengah tanjakan. Bayangkan, mobil yang biasanya bisa
diandalkan tiba-tiba saja seperti mengalami patah hati, berhenti di tengah
jalan tanpa peringatan. Panik? Tentu saja. Kami semua keluar dari mobil,
memandang mesin dengan tatapan bingung seolah-olah ada solusi ajaib yang
tertulis di dalamnya.
Ketika bantuan akhirnya datang, seorang montir lokal dengan
senyuman ramah dan keterampilan tangan yang meyakinkan, suasana kembali normal.
Tapi seperti hukum alam yang tak tertulis, setelah satu drama selesai, drama
berikutnya sudah menunggu di tikungan.
Nasi Goreng Legendaris
Sesampainya di vila, perut kami mulai memprotes, meminta
diisi. Ada satu tempat nasi goreng yang konon legendaris di Puncak, dan tidak
mungkin kami melewatkannya. Warungnya sederhana, tapi aromanya
memanggil-manggil seperti mantan yang tiba-tiba minta balikan.
Pesanan kami tiba, nasi goreng dengan telur setengah matang
di atasnya. Setiap suap adalah kombinasi sempurna dari rasa pedas, gurih, dan
sedikit manis. Tapi yang paling istimewa adalah nasi goreng ini disajikan
dengan taburan misteri: benarkah warung ini dulu tempat nongkrongnya para
bintang film tahun 80-an? Benarkah di balik dindingnya tersembunyi
rahasia-rahasia yang tak pernah terungkap?
Misteri di Balik Kabut
Puncak tanpa kabut adalah seperti es krim tanpa topping.
Kabut di sini bukan sekadar fenomena alam, tapi juga elemen dramatis yang
membuat segala sesuatunya terasa lebih magis. Ketika kabut mulai turun, dunia
di sekitar vila berubah menjadi sesuatu yang keluar dari film horor.
Ada satu malam di mana kami memutuskan untuk berjalan-jalan
di sekitar vila. Kabut tebal membuat jarak pandang terbatas, dan setiap langkah
terasa seperti menjelajah ke dimensi lain. Di tengah perjalanan, kami mendengar
suara-suara aneh—derap langkah tanpa sumber, desah angin yang membawa bisikan.
Teman saya, yang terkenal paling pemberani, tiba-tiba saja berubah pucat dan
mengaku melihat sosok bayangan di kejauhan.
Tentu, kami semua tertawa, mencoba mengusir rasa takut
dengan candaan. Tapi malam itu, saya tidur dengan lampu menyala, hanya untuk
berjaga-jaga.
Penutup
Liburan ke Puncak Bogor memang selalu penuh cerita. Dari
drama mobil mogok, nasi goreng legendaris, hingga misteri kabut yang membuat
bulu kuduk berdiri. Meskipun banyak hal tak terduga, justru itulah yang membuat
setiap perjalanan menjadi tak terlupakan. Setiap drama, setiap suapan nasi
goreng, dan setiap misteri di balik kabut adalah bagian dari petualangan yang
selalu akan dikenang. Jadi, kapan kita ke Puncak lagi?